Brorivaicenter.com, JAKARTA – Membahas tentang isu “kedaulatan wilayah” pada dasarnya merupakan kepedulian tentang kesadaran ruang (space consciousness) dalam pendekatan geopolitik yang mencerminkan independensi mutlak suatu negara secara keseluruhan dalam hubungannya dengan negara lain.
Oleh karena itu, penegakan kedaulatan wilayah menjadi perhatian utama bagi kita dan sekaligus menjadi suatu keniscayaan untuk terus menjaganya, mengingat di dalamnya mengandung arti kekuasaan yang penuh, baik dalam maupun luar negara tertentu.
Bahkan oleh para ahli (seperti C.F. Strong dan Jean Bodin) memaknai kedaulatan sebagai “superioritas” yang dalam konteks kenegaraan mengisyaratkan adanya kekuasaan untuk membuat hukum. Jadi, “kedaulatan” merupakan konsep kekuasaan yang tertinggi (supreme authority) dalam suatu negara.
Esensinya bahwa, kedaulatan merupakan atribut negara, sehingga kedaulatan dipandang upaya suatu negara mengekspresikan kapasitas untuk menjalankan kewajiban dan mempunyai hak serta kemampuan untuk melakukan tindakan.
Dalam konteks kedaulatan wilayah Indonesia, kedaulatan yang kita miliki adalah kewenangan penuh atas wilayah (territory) yang dalam hal ini meliputi semua wilayah daratan, perairan kepulauan dan laut territorial. Namun perlu juga dipahami, bahwa berdasarkan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, khususnya di zona laut dibedakan berdasarkan kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara di wilayah laut.
Prinsipnya kedaulatan (sovereignty)/territory dan hak berdaulat (sovereign rights) yang dikenal dengan istilah wilayah yurisdiksi adalah dua hal yang berbeda sesuai dengan konteks hukum internasional.
Untuk itu, dihadapkan pada kepentingan Indonesia di Laut LCS/LNU tentunya tidak terlepas pada isu klaim berhak mengelola kekayaan alamnya, dan sebaliknya negara lain tidak berhak memanfaatkan kekayaan alam itu tanpa seizin dari Indonesia.
Penulis: By Laksda TNI Abdul Rivai Ras
Staf Ahli Menkopolhukam Bidang Dawilmar