Dr. Abdul Rivai Ras
Founder BRORIVAI CENTER dan Pengajar Studi Keamanan Maritim Univeristas Pertahanan
Pengantar
Selama Juni 2018, peristiwa demi peristiwa kecelakaan pelayaran terjadi di tanah air, mulai dari tenggelamnya kapal tradisional KM Arista di perairan Makassar yang menewaskan 17 orang dan 1 hilang, hingga tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba yang menelan korban 192 orang dan dinyatakan hilang.
Peristiwa yang memilukan ini perlu menjadi perhatian serius bagi para stakeholders dalam dunia bisnis pelayaran, dihadapkan pada kepentingan ‘domain’ kesadaran maritim yang berlaku secara universal. Kesadaran maritim tidak saja diartikan tentang bagaimana memandang ruang hidup yang kita tempati secara geopolitik dan geoekonomi, tetapi dapat juga dipandang dalam wujud ‘life line’ yang berfungsi sebagai medium transportasi, pertahanan, sumber kehidupan dan bagi kepentingan keselamatan manusia.
Dari hasil riset dan studi keamanan maritim 2017 tentang isu keselamatan maritim, Indonesia termasuk negara yang sistem penyelenggaraan pelayarannya relatif buruk, karena tingginya kecelakaan laut secara nasional, dan lemahnya kesadaran akan pentingnya penerapan norma-norma keselamatan maritim serta tata kelola sistem pelayaran yang baik.
Fenomena ini tercermin pada data kecelakaan pelayaran 2017 yang cenderung terus meningkat dan terhitung sangat tinggi sejak delapan tahun terakhir. Dari Databank BRORIVAI Center yang diolah dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), 2016, terjadi 18 kecelakaan moda transportasi laut yang diinvestigasi, dan jumlahnya meningkat 36 persen dari tahun sebelumnya yakni 11 kecelakaan.
Sementara dalam sepanjang tahun 2017, kecelakaan pelayaran ini terduplikasi dan kembali meningkat secara signifikan, hampir dua kali lipat dengan tahun sebelumnya yang mencatat hingga 34 peristiwa kecelakaan laut. (Lihat Grafik)
Konsep Keselamatan Maritim dan Keamanan Manusia
Keselamatan maritim (maritime safety) adalah konsep yang berlaku secara internasional. Konsep ini berkaitan dengan perlindungan kehidupan dan properti melalui regulasi, manajemen dan pengembangan teknologi dari semua bentuk transportasi yang bergerak melalui wilayah perairan dimanapun itu, yang secara khusus diurus oleh badan dunia yaitu International Maritime Organization (IMO).
Di dalam organisasi ini terbetuk suatu badan pekerja yang disebut dengan Maritime Safety Committee (MSC), yaitu komite yang menangani pengaturan-pengaturan masalah keselamatan dan keamanan pelayaran (maritime safety and security) yang lebih fokus memikirkan tentang isu-isu keselamatan navigasi, stabilitas kapal, konstruksi pembangunan kapal, komunikasi maritim, keamanan maritim dari ancaman perompakan di laut dan sejenisnya.
Esensi pemikiran dari MSC sesungguhnya merujuk pada kebutuhan masyarakat internasional dimana menempatkan laut sebagai wilayah yang harus bebas dari berbagai ancaman keselamatan dan keamanan manusia, sekaligus diharapkan dapat memberi pandangan tentang upaya mencegah serta menangani permasalahan pelayaran dan kelancaran transportasi laut.
Namun perlu dicatat bahwa IMO hanya dapat mengeluarkan peraturan berupa konvensi dan resolusi. IMO mempunyai keterbatasan karena tidak dapat melakukan penegakan aturan. Penegakan aturan atau hukum hanya dapat dilakukan oleh Direktorat Maritim/Flag State masing-masing negara.
Disinilah pentingnya eksistensi pemerintah suatu negara yang seharusnya menjadi aktor utama dan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam segala aktivitas kehidupan di seluruh wilayah kedaulatan negara, temasuk ativitas pelayaran, transportasi, upaya keselamatan dan keamanan maritim.
Rujukan Keselamatan Pelayaran Nasional Di Indonesia, pengaturan mengenai kapal sebagai alat transportasi laut telah dituangkan dalam UU No. 17/2008 tentang Pelayaran dimana disebutkan pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 33 bahwa, “Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.”
Sedangkan dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 34 menjelaskan bahwa: “Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Prinsip keselamatan pelayaran tersebut secara tegas dan jelas dapat dilihat dari dua ayat di atas, dimana komponen dari kelaiklautan kapal menurut peraturan di Indonesia adalah ditentukan dalam persayaratan yang mencakup keselamatan kapal yakni: pencegahan pencemaran perairan dari kapal; pengawakan; garis muat; pemuatan; kesejahteraan awak kapal; kesehatan penumpang; status hukum kapal; manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Dihadapkan pada kapal-kapal rakyat/ tradisional atau dikenal sebagai kapal non-konvensi yang banyak beroperasi dalam pelayaran antar-pulau, seharusnya dapat dibina dan diatur dalam suatu mekanisme pelayaran yang terbatas, terukur dan terkendali, serta dapat diberi kepastian jaminan keamanan atas dasar sertifikasi kelayakan bagi kepentingan dan kebutuhan pelayaran rakyat di wilayah tertentu yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Kapal non-konvensi yang dimaksud adalah kapal-kapal dengan kriteria tertentu yang tidak tercakup dalam pemenuhan persyaratan-persyaratan yang tertuang di dalam konvensi-konvensi IMO. Peraturan yang mencakup kapal non-konvensi diatur oleh peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan dan berlaku di masing-masing negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh direktorat maritim sebagai instansi Flag State.
Kapal non-konvensi diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) berbendera Indonesia. Yang berlaku untuk kapal-kapal domestik yang berlayar di perairan Indonesia. Standar ini meliputi: konstruksi/bangunan kapal dan stabilitas kapal; perlengkapan; peralatan; permesinan dan pelistrikan; garis muat; pengukuran kapal; pengawakan; manajemen operasional (manajemen keselamatan dan keamanan kapal) dan perlindungan lingkungan maritim.
Manajemen Keselamatan dan Infrastruktur Konektivitas
Penguatan manajemen keselamatan dan keamanan maritim merupakan keniscayaan bagi seluruh pengguna sarana transportasi laut di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya. Faktor keselamatan adalah hal utama dalam pelayaran, yang selanjutnya baru diikuti dengan aspek biaya yang terjangkau, kecepatan dan ketepatan waktu, serta aspek kenyamanan.
Untuk itu, pelayaran kapal secara teknis tentunya tidak dapat dipisahkan dari faktor keselamatan, karena pada saat segala usaha yang dilakukan manusia tidak terbebaskan dari bahaya (hazard) yang menimbulkan faktor resiko (risk) yang dapat berakibat pada kerugian baik secara materiil maupun non materiil.
Terjadinya kecelakaan kapal seperti tenggelam dan terbakar adalah peristiwa yang selalu berulang dan terjadi di Indonesia, sehingga memerlukan identifikasi dan pengukuran terhadap potensi dan tingkat resiko yang mungkin dihadapi oleh setiap aktivitas transportasi laut baik itu dalam konteks pelayaran jarak pendek antar pulau maupun jarak panjang antar negara.
Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan transportasi laut yang di hadapi selama ini nampak belum sepenuhnya menerapkan suatu manajemen keselamatan yang baik dan berbasis konvensi secara utuh, mengingat Indonesia secara hitoris-kuktural merupakan bangsa pelaut yang terbiasa mengandalkan kemampuan sarana pelayaran transportasi yang bersifat tradisional dan cenderung lalai dalam penegakan aturan.
Meskipun pemerintah sebagai “regulator” sudah melakukan modernisasi manajemen dalam mendorong program keselamatan maritim, namun dalam perkembangannya sistem keselamatan pelayaran belum optimal. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran (awareness) akan pentingnya keselamatan manusia di laut yang terkait dengan keberadaan “awak kapal dan penumpang” selama dalam pelayaran.
Salah satu regulasi yang pernah dikeluarkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam rangka pencegahan kecelakaan kapal adalah, membuat maklumat pelayaran tentang peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran bagi kapal penumpang, membuat maklumat tentang kondisi cuaca perairan di Indonesia, seperti telegram perihal kesiapan cuaca buruk di laut agar para “operator” atau pemilik kapal dapat mengatasi resiko kecelakaan laut yang hingga kini masih selalu terbuka lebar.
Dalam mengurangi resiko kecelakaan laut, pemerintah juga dapat melakukan intervensi guna memfasilitasi infrastruktur konektivitas antar-pulau yang layak layar dan berbasis keselamatan. Perlu dicatat bahwa Indonesia yang notabene negara kepulauan, sampai saat ini masih banyak mengandalkan sarana pelayaran rakyat dengan standar kapal non konvensi atau kapal motor tradisional dalam menyeberangi sungai, danau dan laut serta dalam menjangkau pulau pulau kecil terluar melalui laut lepas.
Melalui program ‘tol laut’, pemerintah tidak hanya menyiapkan kapal angkut penumpang, barang dan kontainer berskala besar antar pulau besar, tetapi pemerintah juga dapat menyiapkan sarana angkut cepat jarak pendek atau armada penyeberangan antar pulau di dalam wilayah tertentu di seluruh pelosok Indonesia. Terobosan ini dapat diambil untuk mempercepat mobilisasi penduduk dari pulau kecil ke pulau besar atau sebaliknya yang selama ini mengandalkan pelayaran rakyat atau kapal tradisional.
Kebijakan ini dapat diambil oleh pemerintah dengan merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, dimana pelayaran adalah sesuatu yang sangat strategis dan vital bagi konektivitas nasional dan pengembangan wawasan nusantara.
Kebijakan Sistem Keselamatan Pelayaran
Dalam dunia industri modern, statistik keselamatan kerja selalu menjadi parameter keberhasilan dari institusi penyelenggaranya. Demikian halnya dalam dunia pelayaran (shipping industry) di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa perlindungan terhadap awak kapal, lingkungan hidup dan kapal beserta muatannya memiliki urutan prioritas yang utama dalam sistem keselamatan pelayaran nasional maupun internasional.
Secara umum kebijakan sistem keselamatan tidak terlepas pada tujuan agar tidak terjadi kecelakaan atau tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau zero incident. Namun pada kenyataannya harapan tersebut tidak dapat terpenuhi mengingat persoalan kecelakaan sangat sulit dihindari karena peristiwa kecelakaan itu merupakan suatu kemungkinan yang selalu ada di sekitar kita.
Dalam konteks sistem keselamatan pelayaran, upaya pencegahan menjadi kata kunci utama, dengan lebih awal melihat mekanisme tahapan yang saling terkait dalam proses penyiapan pelayaran yang di mulai tahap desain, tahap konstruksi hingga tahap pengoperasian kapal.
Pada tahap desain sangat penting dilakukan apakah peraturun keselamatan atau peraturan klasifikasi sudah diterapkan, demikian halnya dengan tersedianya desain sistem pencegahan dan penanganan kecelakaan, termasuk semua kemungkinan untuk mengurangi resiko atau bahaya yang harus dipertimbangkan dalam tahapan ini.
Pada tahap selanjutnya yakni proses konstruksi, dimana diperlukan pengawasan untuk memeriksa apakah penerapan desain akan keselamatan dan pendukungnya telah dibuat sesuai dengan desain. Sementara pada tahap operasional, pentingnya kualitas awak kapal dan perawatan/pemeliharaan kapal menjadi keharusan karena akan mempengaruhi keselamatan, terutama untuk menghindari bahaya dan terwujudnya keselamatan pelayaran kapal.
Keselamatan pelayaran di sini adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan pelayaran secara lancar, sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana beserta penunjangnya. Sedangkan keamanan pelayaran adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan pelayaran yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum.
Oleh karena itu, sistem keselamatan pelayaran adalah bagian dari keselamatan maritim yang menjadi faktor kunci dan harus diperhatikan sebagai dasar dalam tindakan serta tolok ukur bagi pengambil keputusan (decision maker) guna menentukan kelayakan dan keselamatan pelayaran.
Hal tersebut, dapat dilihat dari sisi sarana berupa kapal maupun prasarana seperti sistem navigasi, alat peralatan keselamatan serta sumber daya manusia (SDM) yang terlibat di dalamnya, selama dalam proses rancang bangun hingga proses operasional dengan mematuhi aturan-aturan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional.
Keselamatan dan Pembangunan Poros Maritim
Pelayaran adalah komponen penting dari program pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan. Sejumlah negara-negara di dunia, masyarakat sipil dan industri pelayaran telah bekerja sama untuk memastikan bahwa kontribusi berkelanjutan melalui kerangka ekonomi yang ramah lingkungan dan dapat terus dipertahankan.
Promosi perkembangan dan pembangunan sektor maritim yang berkelanjutan merupakan salah satu prioritas utama kita ke depan. Melalui kebijakan pengembangan dan implementasi standar gobal berkaitan dengan efisiensi energi, teknologi baru dan inovasi, pendidikan dan pelatihan maritim, keamanan maritim, manajemen lalu-lintas maritim dan pengembangan infrastuktur maritim akan dapat menciptakan jaminan keselamatan dan keamanan maritim.
Hal ini juga tentunya diselenggarakan dengan tidak terlepas dari komitmen IMO dan masyarakat international untuk senantiasa menyediakan kerangka institusional yang diperlukan, guna mendukung sistem keselamatan dan keamanan transportasi maritime global yang juga didalamnya termasuk pendekatan ramah lingkungan dan konsep pembangunan berkelanjutan.
Terciptanya keselamatan dan keamaman maritim yang kuat baik secara domestik maupun global tentunya akan dapat mendorong Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Untuk itu, kebutuhan akan sistem transportasi laut yang aman, dan upaya untuk mengedepankan keselamatan serta sistem yang terintegrasi dalam konteks operasional menjadi harapan besar dalam memperlancar penyelenggaraan rantai pasok, transaksi ekonomi dan perdagangan yang maksimal.
Implikasi keselamatan dan keamanan ini, kini telah menempatkan Indonesia pada peringkat ke-36 dalam persaingan ekonomi global di dunia. Peringkat tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di posisi 41. Indeks tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki daya saing global yang semakin meningkat, yang ditandai dengan adanya pembangunan infrastruktur maritim yang masif.
Kondisi ini juga ditunjang oleh adanya upaya pemerintah yang telah membangun 124 unit kapal, pengadaan kapal perintis dalam mendorong penyelenggaraan program tol laut dengan tujuan untuk menurunkan tingkat disparitas harga di wilayah Barat dan Timur Indonesia. Hal ini sejalan dengan Program Nawacita Indonesia dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Penutup
Pelayaran atau angkutan laut tersebut, merupakan bagian dari transportasi yang tidak dapat dipisahkan dengan bagian dari sarana transportasi lainnya dengan kemampuan untuk menghadapi perubahan ke depan, yang mempunyai karakteristik tertentu karena mampu melakukan pengangkutan secara massal dalam menopang perekonomian dan mempersatukan bangsa.
Media ini dapat menghubungkan dan menjangkau wilayah satu dengan yang lainnya melalui perairan, sehingga mempunyai potensi kuat untuk dikembangkan dan peranannya baik nasional maupun internasional, sekaligus mampu mendorong serta menunjang pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian, sistem keselamatan dan keamanan maritim menjadi kebijakan utama yang harus mendapatkan prioritas pada pelayaran dalam menunjang kelancaran transportasi laut Indonesia dihadapkan pada kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan.
Indonesia mutlak mengendalikan laut teritorialnya, harus mampu mengadaptasi lingkungan strategi maritimnya, melindungi dan mengawal aktivitas yang ada di atas permukaan, serta menjaga sumberdaya yang ada di kolong dan di dasar laut. Konsekuensinya, pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pemerintahan di bidang penegakan hukum dan peraturan di laut, baik terhadap ancaman pelanggaran, pemanfaatan perairan, serta menjaga dan menciptakan keselamatan pelayaran secara optimal. (*)