Pembalakan dan Penambangan Berakibat Banjir Sulsel Harus Diinvestigasi
BRORIVAI CENTER > News > News > Opini > Pembalakan dan Penambangan Berakibat Banjir Sulsel Harus Diinvestigasi

Pembalakan dan Penambangan Berakibat Banjir Sulsel Harus Diinvestigasi

Makassar – Peristiwa banjir besar dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan (Sulsel) disertai hujan berintensitas tinggi pada Selasa (22/1) hingga Kamis (24/1) masih menyisahkan sejumlah kegelisahan masyarakat.

Bagaimana tidak, banjir ini tergolong bencana luar biasa sejak dua dekade terakhir, sehingga penting untuk dicermati sebab musabab peristiwa yang cukup menyengsarakan dan mematikan kehidupan masyarakat setempat.

Founder Brorivai Center (BRC), Abdul Rivai Ras angkat bicara soal kondisi yang memprihatinkan rakyat Sulsel itu. Menurutnya, bencana ini tidak boleh dianggap remeh dan segera harus diinvetigasi karena menelan korban jiwa cukup banyak, kerusakan infrastruktur publik yang tidak sedikit, serta adanya kehilangan dan kerugian harta benda milik rakyat yang diperolehnya dengan susah payah.

“Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi ini merupakan potret buruk pengelolaan sumber daya alam dan tata ruang di Sulsel yang tidak direncanakan dan diawasi secara ketat dan baik, sehingga perlu dievaluasi dan diusut tuntas,” tegasnya, pada saat dihubungi awak media via cellular, Selasa (29/1).

Mengutip pernyataan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (25/1), tentang banjir dan longsor di sejumlah kabupaten di Sulsel yang diduga akibat pembalakan liar dan alih fungsi lahan itu, perlu segera ditindaklanjuti dan dituntaskan, bukan hanya sebagai wacana untuk didiskusikan.

“Adanya dugaan pembalakan liar di lahan lereng dan penambangan yang tidak mengikuti aturan main secara benar berakibat bendungan mengalami pendangkalan atau adanya sedimen material buangan tambang yang besar, patut menjadi perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum,” ungkap Bro Rivai selaku pemerhati pembangunan dan ketahanan nasional.

Seperti diketahui, pembalakan dan penambangan yang membawa petaka itu menyebabkan banjir dan tanah longsor, sehingga ke depan memerlukan konservasi dan perbaikan di beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang sudah berada dalam kondisi sangat kritis, seperti di Sungai Jeneberang di Gowa dan Sungai Kelara di Jeneponto.

Berdasarkan data sementara yang dihimpun R&R Network Brorivai Center, jumlah pengungsi kini bertambah menjadi 3.940 jiwa dari sebelumnya 3.534 jiwa, dan  tercatat 59 orang meninggal, 25 orang hilang, dan 47 orang luka-luka.

“Suka atau tidak suka, pemerintah daerah segera menjadikan atensi serius tragedi banjir itu sebagai pelajaran, menghentikan pengrusakan lingkungan dan mengusut pelaku di balik aktivitas yang merugikan rakyat,” pungkasnya. (*)

Author: BRC