Pemimpin Terpilih: Harus Taat Asas dan Kedepankan Rekonsiliasi
BRORIVAI CENTER > News > News > Pemimpin Terpilih: Harus Taat Asas dan Kedepankan Rekonsiliasi

Pemimpin Terpilih: Harus Taat Asas dan Kedepankan Rekonsiliasi

Jakarta – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau ditolaknya seluruh permohonan gugatan tim hukum Prabowo-Sandi, semua pihak khususnya kubu BPN telah ikut menyatakan menghormati putusan ini. Namun sebagian pihak memandang bahwa putusan MK masih diartikan oleh sebagian pihak sebagai sikap yang belum tentu menerima kekalahan.

Olehnya itu, pemimpin yang terpilih harus segera membangun komunikasi politik yang sehat dan memberi ruang kepada siapapun untuk ikut serta dalam partisipasi kepemimpinan agar terasa adanya kebersamaan dan kemenangan bersama.

Seperti yang dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo bahwa “tidak ada lagi 01 dan 02, yang ada hanyalah persatuan Indonesia”. Hal ini disampaikan dalam menyikapi hasil putusan MK di Bandara Halim Perdana Kusuma, Kamis (27/06).

Menurut pengajar Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia, Dr. Abdul Rivai Ras, pernyataan itu harus dijalankan dan dibuktikan sebagai seorang pemimpin yang taat asas dan dapat mengedepankan rekonsiliasi.

Taat asas disini diartikan sebagai pemimpin yang patuh dan tunduk  pada “prinsip – prinsip” konstitusi negara, tidak mudah berubah dari ketentuan yang sudah ditetapkan, dan senantiasa konsisten, ungkap Rivai dalam diskusi terbatas Prospek Ketahanan Nasional 2019-2024 di Kantor Jaringan Riset & Respons Brorivai Center, Jakarta (29/06)

Lanjut Rivai, kepemimpinan juga merupakan suatu elemen yang saling berhubungan satu sama lain untuk menggapai tujuan yang hendak dicapai. Demi mencapai tujuan itu, tentu harus diindahkan dengan sikap dan perilaku yang selalu mendorong semangat, kedamaian, kemajuan dan persatuan, terutama dari sosok seorang pemimpin .

“Saat ini pola kepemimpinan di Indonesia sudah harus dibenahi dan kembali meyakinkan rakyat sekaligus memperkuat bangunan “trust”. Sebab, perlu disadari jika pemimpin diragukan dan tidak dapat dipercaya sebagai representasi rakyat, maka hampir dipastikan bangsa ini semakin terpuruk dan potensi perpecahan dan ketahanan bangsa semakin rapuh,” tandasnya.

Pemimpin harus menjadi panutan dan mampu membangun rekonsiliasi untuk menjembatani semua pihak, apalagi Joko Widodo dalam pidatonya menekankan pentingnya semangat bersama agar kita dapat bersatu untuk membangun Indonesia yang maju, yang mampu bersanding dengan negara-negara besar lainnya.

Penekanan tentang Indonesia akan menang menghadapi kompetisi global yang ketat, dan membangun Indonesia yang unggul serta mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kalimat kunci yang harus terus dikobarkan oleh pemimpin terpilih”, kata Rivai sang pelopor pendidikan pertahanan ini.

Namun, dalam mewujudkan semua itu, sebaliknya masyarakat harus tetap memantau dan mengontrol kebijakan yang diambil seorang pemimpin. Disamping sebagai pemersatu dan pembawa kedamaian, pemimpin seyogyanya dituntut memiliki kematangan berpikir (berilmu), bertindak dan menjunjung tinggi moral dan bernilai seni. Ilmu akan menentukan benar atau salah, moral menentukan baik dan buruk dan seni menentukan keindahan dan keburukan.

“Sifat yang perlu dimiliki pemimpin ke depan tentu harus memiliki integritas, moralitas, tanggungjawab dan visi yang bagus. Pemimpin harus bisa menjaga kehormatan, kemampuan berkomunikasi, iman dan komitmen meningkatkan kualitas sumber daya manusia”, pesannya.(*)

Author: BRC